Minggu, 08 Februari 2009

Nama itu secara historis punya arti tersendiri bagi Abdul Latief. Setahun kemudian, pasar
swayalan milik Abdul Latief itu berkembang pesat. Ia mondar mandir Jakarta Singapur. Urusannya bukan
hanya soal ekspor-impor, tetapi ia sudah mulai terjun di bisnis properti di negara pulau itu. Tahun 1975 ia
membuka cabang pasar swalayannya di kota itu. Di sana ia membeli toko dan gedung, harganya tidak
semahal sekarang, karena saat itu Singapura baru mulai membangun negaranya.
Akumulasi kekayaan yang berhasil dia kumpulkan selama sepuluh tahun berusaha secara mandiri, dia pakai
untuk mendirikan Pasaraya di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Gedung Pasar Swalayan yang masuk kategori
mentereng ini, dibangun Abdul Latief pada tahun 1981. Disinilah tonggak pertama yang ditancapkan Abdul
Latief untuk mengukuhkan dirinya sebagai salah seorang pengusaha pedagang eceran yang patut
diperhitungkan. Sebutan konglomerat sesuatu istilah yang tak disukainya sudah mulai melekat padanya. Ia
selalu duduk semeja dengan para pengusaha kenamaan lainnya. Bahkan dengan pimpinan puncak pasar
swalayan asal tempatnya kerja pun, ia sudah terlihat memiliki perbedaan. Lebih dari pada itu, Abdul Latief
mendapat tempat yang terhormat di mata pemerintah. Sebab, ia mengangkat harga kehidupan dari sekian
banyak
pengusaha kecil. Oleh sementara orang ia disebut Pahlawan pengusaha kerajinan rakyat Indonesia.
Perjalanan usahanya yang baik itu, rupanya tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1984 Pasaraya Sarinah
Jaya kepunyaannya di Blok M terbakar. Inilah percobaan pertama terberat yang dialaminya. Kerugian yang ia
derita bukan hanya puluhan miliar, puluhan ribu pengunjungnya setiap hari, terpaksa berhenti sampai
bangunan itu diperbaiki kembali. Ia tidak ingin putus kontrak dengan 2000 produsen kecil yang menyuplai
keperluannya. Kesulitan ini, ia hadapi dengan tenang, 1200 karyawannya tidak akan diberhentikan, mereka
disuruh Abdul Latief belajar manajemen, komputer, accounting, bahasa Inggris. Untuk program belajar ini,
Abdul Latief mendatangkan pelatih dan pengajar ahli dari Singapur dan Hongkong. Yang menggembirakan
Abdul Latief adalah kesediaan pihak asuransi menanggung sebagian kerugian itu. Bantuan dari rekan-
rekannya, juga dari pihak pemerintah maupun swasta, sangat menjadi semangat baru bagi Abdul latief untuk
memikirkan yang baik buat ekspansi bisnisnya.
Secara perlahan kerugian puluhan miliar rupiah itu, sirna sebagai gangguan pikirannya. Abdul Latief menata
kembali jalur-jalur bisnisnya yang sudah sempat terputus. Lalu, diatas tempat gedung yang terbakar, telah berdiri dengan megahnya Pasaraya Sarinah. Bangunan berlantai
sembilan itu luas lantainya 42.000 meter. Pengunjung pasar swalayan itu, ada sekitar 100.000 orang
perhatiannya. 40% diantaranya adalah yang berbelanja. Dari tahun ke tahun penjualan di Pasaraya Sarinah naik
terus. Dan terus menerus pula memberikan penambahan modal bagi Abdul Latif. Kawasan Blok M dimana
Pasaraya ada, menjadi inceran para pengusaha bisnis eceran. Banyak konglomerat berlomba membangun
fasilitas belanja di daerah itu. Kelompok Subsentra dan Pakuwon jati sudah membuka Blok M Plaza. Ometraco
Group membangun pertokoan di bawah tanah, persis di bawah bekas terminal Blok M. Itulah sebabnya, ketika
ada tanah seluas 1,4 hektar, dekat Blok M ditenderkan Deplu kepada para pengusaha tahun 1990, puluhan
yang datang mendaftar, kendati pengumumannya tidak dilakukan secara terbuka.
Ada sebagian orang menyebut Abdul Latief, Dirut Alatief Corporation, masih aktif sebagai tokoh muda.
Padahal, umur pendiri organisasi Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) itu sudah lebih setengah
abad. Setidaknya, ada dua alasan kenapa ia masih dianggap aktivis Pemuda. Pertama, dalam berbagai
kegiatannya, Abdul Latief selalu terlihat segar dan sangat bersemangat. Kepeloporan dan idealisme
mengangkat pengusaha kecil, terutama yang berkaitan dengan bisnisnya, sering ia lakukan dengan gaya
orang muda yang mampu melihat jauh ke depan. Kedua, Abdul Latief yang penampilannya setiap hari selalu
trendy dan modis ini, sangat gemar berolahraga. Sehubungan dengan itu, ia juga rajin menjada kondisi
fisiknya, sehingga wajahnya kelihatan jauh lebih muda dibanding usianya.
Abdul Latief memang terkenal lihai menjalin kerjasama dengan banyak orang. Ia sangat dipercaya oleh mitra
bisnisnya. Bahkan, rekan bisnis di luar negeri pun, mau mengikat kerjasama dengannya, kendati ikatan itu
tidak selalu hitam di atas putih. Lewat Hipmi, Abdul Latief berhasil mengarahkan sejumlah besar Pemuda
untuk menjadi pengusaha. Belakangan, Hipmi menjadi wadah yang amat digandrungi oleh ratusan pengusaha
muda Indonesia. Banyak di antara para pengusaha muda itu adalah anak para pejabat dan mantan pejabat.
Kesuksesannya mengantar Hipmi sebagai sebuah organisasi profesional, menyebabkan ia selalu terlibat dalam
pembicaraan atau diskusi tentang pembinaan generasi muda. Baik dalam acara yang diselenggarakan Hipmi,
maupun dalam acara yang diselenggarakan oleh organisasi Pemuda lainnya. Cepat berpikir, gesit dalam
bertindak adalah ciri khas Abdul Latief. Pernah suatu kali, penjualan barang-barang kelontong dalam pasar
swalayan kepunyaannya, naiknya seret sekali. Yang datang banyak, yang membeli sedikit. Lalu, Abdul Latief
mempelajari kenapa demikian. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan dari penganalisaan data yang
ada, ia berkesimpulan: daya beli masyarakat masih rendah. Solusinya : daya beli masyarakat harus
ditingkatkan. Berarti harus ada tambahan penghasilan bagi masyarakat. Mulai saat itu, ia pun mengajak orang
untuk berusaha sehingga pendapatan bertambah. Lalu, Abdul Latif mendirikan Hipmi pada tahun 1972 dan ia
menjadi Ketua umum yang pertama. Ia mengarahkan para anggota Hipmi itu untuk segera membuka usaha,
sekalipun usaha itu dalam ukuran paling kecil. Dari hasil binaan yang dilakukannya, maka banyak pengusaha
kecil memproduksi barang-barang kerajinan tangan, mencari barang atau produk yang bisa dijual dan jadi
uang, sehingga pendapatan bertambah. Abdul Latief membantu para pengusaha kecil untuk menitipkan
barangnya di pasar swalayan kepunyaannya. Bahkan, Abdul Latief juga membantu para pengusaha kecil itu
mengekspor produknya ke luar negeri. Lewat langkah-langkah itu, ekspor nonmigas naik. Devisa nasional
bertambah, pertumbuhan ekonomi beranjak naik, tingkat beli masyarakat otomatis jauh lebih baik dibanding
sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar