Minggu, 08 Februari 2009

ABDUL LATIEF
SUKSES BISNIS DENGAN GAYA YANG TRENDI DAN MODIS

Abdul Latief lahir pada tanggal 27 April 1940 di Kampung Baru, Banda Aceh. Anak keenam dari sembilan
bersaudara ini, dibesarkan di tanah rencong itu. Dua puluh tahun sebelumnya, ayahnya meninggalkan Tanah
Minang, dan menetap di Aceh sebagai pedagang. Ayah dan Ibunya dikenal sebagai aktivis Muhammadiyah di
Aceh. Sayang, ayah Abdul Latief meninggal tatkala ia berumur empat tahun. Dalam suasana pergerakan
mempertahankan kemerdekaan dan perjuangan rakyat Aceh itu, Abdul Latief dibesarkan oleh ibunya. Karena
dibesarkan dalam zaman-zaman perjuangan dengan suasana politik yang panas, Abdul Latief bercita-cita jadi
politikus di kemudiah hari. Namun, ibunya mengarahkan menjadi saudagar yang bersifat nasional seperti
ayahnya. Ibu Abdul Latief adalah juga pejuang hidup, pada tahun 1950 ia membawa Abdul Latief bersaudara
pindah ke Jakarta, berharap bisa berubah nasib di ibukota. Itulah sebabnya masa Remaja Abdul Latief diwarnai
dengan kehidupan Remaja
Betawi. Ia menyelesaikan pendidikan Sekolah lanjutan pertama dan atas di Jakarta. Ia kuliah di APP kemudian
mengambil sarjananya pada tahun 1965 di Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Selama
tahun 1945 dan 1966, situasi politik nasional sedang kacau. Demonstrasi-demonstrasi memenuhi jalan raya.
Abdul Latief mengambil peran memasok makanan pada demonstran itu. Situasi belum pulih, tapi Abdul Latief
diberi kepercayaan untuk mempelajari manajemen toserba dan supermarket di Seibu Group, Tokyo. Sebalik
pulang Sekolah dari Jepang itu, ia lalu melangsungkan pernikahannya dengan Nursiah, gadis tetangga di
Jakarta, pada tahun 1967.
Ada sebagian orang menyebut Abdul Latief, Dirut Alatief Corporation, masih aktif sebagai tokoh muda.
Padahal, umur pendiri organisasi Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) itu sudah lebih setengah
abad. Setidaknya, ada dua alasan kenapa ia masih dianggap aktivis Pemuda. Pertama, dalam berbagai
kegiatannya, Abdul Latief selalu terlihat segar dan sangat bersemangat. Kepeloporan dan idealisme
mengangkat pengusaha kecil, terutama yang berkaitan dengan bisnisnya, sering ia lakukan dengan gaya
orang muda yang mampu melihat jauh ke depan. Kedua, Abdul Latief yang penampilannya setiap hari selalu
trendy dan modis ini, sangat gemar berolahraga. Sehubungan dengan itu,
ia juga rajin menjaga kondisi fisiknya, sehingga wajahnya kelihatan jauh lebih muda dibanding usianya. Abdul
Latief memang terkenal lihai menjalin kerjasama dengan banyak orang. Ia sangat dipercaya oleh mitra
bisnisnya. Bahkan, rekan bisnis di luar negeri pun, mau mengikat kerjasama dengannya, kendati ikatan itu
tidak selalu hitam di atas putih.
Lewat Hipmi, Abdul Latief berhasil mengarahkan sejumlah besar Pemuda untuk menjadi pengusaha.
Belakangan, Hipmi menjadi wadah yang amat digandrungi oleh ratusan pengusaha muda Indoesia. Banyak di
antara para pengusaha muda itu adalah anak para pejabat dan mantan pejabat. Kesuksesannya mengantar
Hipmi sebagai sebuah organisasi profesional, menyebabkan ia selalu terlibat dalam pembicaraan atau diskusi
tentang pembinaan generasi muda. Baik dalam acara yang diselenggarakan Hipmi, maupun dalam acara yang
diselenggarakan oleh organisasi Pemuda lainnya. Setelah lulus dari Akademi Pimpinan Perusahaan (APP),
Jakarta, dengan Predikat cumlaude, pada tahun 1963, Abdul Latief mendapat tawaran kerja di Stanvac di
Sungai Gerong. Perusahaan asing yang bergerak di bidang eksplorasi minyak itu, akan memberi penghasilan
dan karir yang baik baginya. Akan tetapi, gurunya di APP, menganjurkannya bekerja di Pasar Sarinah. Prospek
kerja di pasar swalayan milik pemerntah itu, jauh lebih baik di
bandingkan di Stanbac. Sebab, Bung Karno sebagai Presiden RI saat itu, sangat memberi perhatian untuk
mengembangkan toko serba ada yang pertama di Indonesia itu.
Anjuran gurunya itu masuk akalnya, lalu ia pun bekerja di Pasar Sarinah. Abdul Latief mendapat tugas di
bagian perencanaan. Lewat tugas ini, Abdul Latief berkesempatan berkeliling mengunjungi beberapa negara, terutama untuk mempelajari perkembangan iklim perdagangan di negara-negara itu. Singapur, Jepang, Eropa,
Amerika menjadi negara yang dijelajahi pada waktu itu. Tidak lama kemudian ia diangkat sebagai Pimpinan
Promosi Penjualan dan Pengembangan Eksport PT. Departemen Store Indonesia Sarinah (Pasar Saringah). Ia
menimba banyak pengalaman dan pengetahuan. Ia memiliki relasi bisnis yang cukup luas, baik dalam negeri
maupun luar negeri. Delapan tahun ia bekerja di Sarinah. Tantangan demi tantangan telah mampu ia
selesaikan dengan baik. Dan, ia ingin mencari tantangan-tantangan yang lebih memberikan masa depan yang
lebih baik baginya. Seolah-olah Pasar Swalayan Sarinah tidak lagi memberi prospek yang diinginkannya.
Konsep pemasaran yang diambilnya dari Jepang kurang mendapat tanggapan pimpinan Sarinah. Ia pun
mengambil keputusan besar, lalu meninggalkan Pasar Sarinah pada tahun 1971. Selama di Sarinah, Abdul
Latief termasuk beruntung, karena ia sempat
disekolahkan ke luar negeri. Ia belajar manajemen toko serta ada di Jepang selama dua tahun. Pulang dari
sana, ia tidak hanya memiliki ilmu mengolah pasar swalayan, tetapi juga membawa mobil dan sejumlah uang
saku. Dengan modal itu, ditambah relasi bisnisnya yang sudah sedemikian luas. Apalagi jabatannya sebagai
pimpinan promosi Pasar Sarinah, menyebabkan ia banyak teman dan banyak yang mengenalnya. Itulah yang
mendorong dia untuk mandiri dan buka usaha sendiri.
Pada tahun 1971 itu, ia langsung menjadi eksportir barang-barang kerajinan, yang masih dalam skala kecil.
Sebagian dari modal yang dimilikinya dipakai untuk membeli tanah luas milik temannya yang sedang butuh
duit. Pada tahun yang sama, Abdul Latief juga mulai mencoba meminjam kredit dari bank dengan jaminan
tanah di atas. Kredit komersial Rp. 30 juta itu diperolehnya dari BDN. Ia mendirikan PT. Latief Marda
Corporation, bergerak dibidang ekspor impor. Ia dibantu adiknya Abdul Muthalib. Tatkala usahanya sudah
mulai memperlihatkan perkembangan, ia pun berpikir lebih maju lagi. Kebetulan tanah itu terletak di jalan
Jakarta By Pass, sehingga ketika di jual harganya mahal sekali. Hasil penjualan ini yang kemudian menjadi
modalnya mendirikan PT Indonesia Product Centre Sarinah Jaya pada tahun 1973. Nama pasar swalayan ini
ada kaitannya dengan tempat asal
dia bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar